Minggu, 24 April 2016

Saatnya Memahami Islam dengan Benar

Saudariku, ketahuilah sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah memilihkan Islam sebagai agamamu.
“Sesungguhnya agama (yang haq) di sisi Allah adalah Islam.” (QS. Ali Imron 19)

Dan Allah meridhoi Islam, menyempurnakan, dan melengkapinya untukmu agar engkau dapat meraih tujuan hidupmu yang utama yaitu beribadah kepada Allah.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah kuridhoi Islam itu sebagai agamamu.” (QS. Al Maidah 3)
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah nikmat terbesar dari berbagai nikmat yang Allah berikan kepada umat ini. Yaitu Allah telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama yang lain dan juga tidak membutuhkan nabi selain nabi mereka, Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itulah, Allah menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan menjadikannya pula sebagai nabi yang diutus kepada seluruh manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal melainkan apa yang dihalalkannya dan tidak ada yang haram selain apa yang diharamkannya serta tidak ada agama yang benar kecuali agama yang disyari’atkannya.”

Engkau Bisa Meraih Nikmat Islam

Dan saudariku, ketahuilah… engkau belum bisa mendapatkan nikmat Islam dalam hatimu sampai engkau memahaminya dengan benar. Pegangan utama seorang muslimah dalam memahami Islam adalah mengikuti Al Quran dan hadits. Allah telah menjamin akan menganugerahkan keistiqomahan kepada orang-orang yang mengikuti Al Quran, sebagaimana disebutkan tentang perkataan jin dalam Al Quran.
“Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan setelah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya lagi memimpin kepada jalan kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (QS. Ahqoof: 30)
Allah juga menjamin akan memberikan keistiqomahan kepada para pengikut rasul sholallahu ‘alaihi wassalam yang disebutkan dalam firmanNya,
“Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy Syu’ara: 52)

Realita yang Engkau Hadapi

Pada realitanya, banyak sekali orang yang mengaku ber-ittiba’ (mengikuti) dan memahami Al Quran dan hadits. Sebagaimana para filosof dan orang-orang sufi mengatakan, “Kami adalah orang yang ber-ittiba’ terhadap Al Quran dan hadits dan memahaminya.” Para pengikut filsafat memang mengikuti Al Quran dan hadits, akan tetapi mereka menjadikan nash-nash Al-Qur’an dan hadits tunduk pada tuntutan akal mereka. Dengan demikian mereka sebenarnya telah meninggalkan Al Quran dan hadits dan menjadikan akal mereka sebagai Tuhan. Para pengikut sufi juga mengambil Al Quran dan hadits, namun mereka menjadikan nash-nash keduanya tunduk kepada perasaan mereka. Dengan demikian mereka pun meninggalkan Al Quran dan hadits dan menjadikan perasaan mereka sebagai Tuhan.
Kedua pemahaman tersebut merupakan contoh bahwa perpecahan telah terjadi pada umat Islam menjadi bergolong-golong. Mengapa umat Islam bisa berpecah belah? Tidak lain hal ini disebabkan manusia bersandar pada dirinya dalam memahami Al Quran dan hadits. Namun mereka tidak menyadari pemikiran manusia berbeda-beda dan tidak seragam. Di samping itu, kemampuan manusia dalam memahami Al Quran dan hadits sangat terbatas. Tidak ada satu akal pun yang sempurna, demikian juga tidak ada seorang pun yang terlepas dari kesalahan. Sehingga jadilah manusia berpecah-belah sesuai dengan pemikiran mereka masing-masing.
Semua pemahaman dari golongan-golongan tersebut salah adanya selama meraka masih berpegang pada hawa nafsu yang buruk dalam memahami Al Quran dan hadits, kecuali orang-orang yang Allah berikan petunjuk. Allah mengancam penyelewengan mereka terhadap Al Quran dan hadits dengan neraka.
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahlul kitab terpecah menjadi 72 golongan dan umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan. 72 golongan di dalam neraka dan 1 golongan berada di surga.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ad Darimi, Ath Thabroni, dll.)
Ash Shan’ani rahimahullah berkata, “Penyebutan bilangan dalam hadits itu bukan untuk menjelaskan banyaknya orang yang celaka dan merugi, akan tetapi untuk menjelaskan betapa luas jalan-jalan menuju kesesatan serta betapa banyak cabang-cabangnya, sedangakan jalan menuju kebenaran hanya satu.”
Dan orang-orang yang berpecah-belah karena memahami Al Quran dan hadits dengan hawa nafsu mereka yang menyimpang adalah teman-teman setan yang mengikuti jalan kesesatan.
Dari Ibnu Mas’ud berkata, “Pada suatu hari Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassalam membuat sebuah garis lurus dan bersabda: ‘Ini adalah jalan Allah.’ Kemudian beliau membuat garis-garis lain di kanan kirinya, dan bersabda: ‘Ini jalan-jalan lain dan pada setiap jalan ini terdapat setan yang menyeru ke jalan-jalan tersebut.’ Beliau lalu membaca (firman Allah ta’ala): ‘Dan sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus. Oleh karena itu, ikutilah. Janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain yang akan memecah belah kamu dari jalanNya.'” (QS. Al An’am 153)

Lalu, Bagaimana Memahami Islam yang Benar ?

Setelah menilik realita yang ada, kita dapat mengetahui bahwa tidak semua orang yang belajar Al Quran dan hadits mendapatkan nikmat Islam dalam hatinya. Hal ini memang merupakan hal yang sangat disayangkan. Semua golongan-golongan dalam Islam tidak akan pernah mendapat nikmat Islam karena tidak memahami Al Quran dan hadits dengan benar. Lalu, bagaimana memahami Islam yang benar?
Wahai saudariku, renungkanlah apa yang engkau baca dengan lisanmu setiap engkau sholat maka engkau akan mendapatan jawabannya. Sesungguhnya Allah berfirman, “Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat atas mereka.” (Qs. Al Fatihah: 6-7)
Dari sini, engkau mendapatkan jawabannya, saudariku! Bahwa untuk mendapatkan nikmat Islam adalah memahami Al Quran dan hadits dengan mengikuti orang-orang yang telah terlebih dahulu mendapatkan nikmat Islam. Siapakah mereka?
Ibnul Qoyyyim berkata, “Siapa saja yang lebih mengetahui kebenaran serta istiqomah mengikutinya maka ia lebih pantas untuk mendapatkan ash shiraathal mustaqiim (jalan yang lurus).”
Syaikh Abdul Malik Ramadhani menjelaskan bahwa manusia yang paling utama yang telah Allah beri nikmat ilmu dan amal adalah para shahabat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam, karena mereka mendapatkan petunjuk langsung dari Rasul shollallahu ‘alaihi wasallam yang mulia. Dengan demikian penafsiran dan pemahaman merekalah yang paling selamat. Selain itu, mereka adalah generasi terbaik dari umat ini dalam memahami Al Quran dan hadits serta mengamalkannya.
“Sebaik-baik umat ini adalah generasiku, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka, kemudian orang yang mengikuti mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi/ HR. Bukhori Muslim)
Yang dimaksud dengan generasiku adalah para shahabat beliau. Generasi orang yang mengikuti para shahabat dalam memahami Al Quran dan hadits adalah tabi’in dan yang mengikuti tabi’in adalah tabi’ut tabi’in.
Para shahabat merupakan kaum yang dipilihkan oleh Allah untuk menemani nabiNya, dan menegakkan agamaNya.
Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya Allah memandang kepada hati para hambaNya. Dia mendapati Muhammad adalah yang paling baik hatinya. Lalu Allah memilihnya untuk diriNya dan mengutusnya dengan risalahNya. Kemudian Allah kembali memandang hati hamba-hambaNya yang lain. Dia mendapati para shahabat adalah orang-orang yang paling baik hatinya setelah beliau shollallahu ‘alaihi wasallam. Allah lalu jadikan mereka sebagai pembantu NabiNya dan mereka berperang membela agamaNya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad)
Dan pemahaman para shahabat sering juga disebut manhaj salafus sholih (pemahaman pendahulu yang sholih).

Wajibnya Berpegang Teguh pada Manhaj Salafus Sholih

Ketahuilah saudariku bahwa perpecahan umat menjadi bergolong-golong adalah tercela dan dibenci. Allah ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, (yaitu) orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Masing-masing golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar Ruum: 31-32)
Dan meskipun perpecahan tidak diridhoi oleh Allah, namun hanya sedikit orang yang bisa selamat darinya. Dan tidaklah seseorang selamat dari bencana ini kecuali orang-orang yang mengikuti jalan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah bersabda yang artinya: “Orang-orang Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan dan orang-orang Nashrani seperti itu juga. Adapun umat ini terpecah menjadi 73 golongan.” didalam riwayat lain disebutkan: “Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan dan umatku terpecah menjadi 73 golongan semuanya di neraka kecuali satu.” Para sahabat bertanya: “Siapa yang (selamat) itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “(Yang mengikuti aku dan para sahabatku).” (HR.Tirmidzi dengan sanad yang hasan)
Allah hanya menginginkan kebaikan dari para hambaNya agar hambaNya kembali kepada kampung halamannya, yaitu surga. Oleh karena itu, diwajibkan atas seorang hamba untuk menyelamatkan diri dari perpecahan dan berpegang teguh pada jalan Rasulullah dan para sahabatnya.
Rasulullah saw bersabda dalam hadits Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu yang artinya, “Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rosyidin, pegang eratlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain)
Allah memuji orang-orang yang mengikuti jejak salaf dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan di dalamnya terdapat perintah akan wajibnya mengikuti mereka, karena keridhoan Allah tidak mungkin bisa diraih melainkan hanya dengan mengikuti mereka.
Allah ta’ala berfirman yang artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
Hidayah untuk kembali kepada Allah dan meraih surga hanya bisa diperoleh lewat jalannya para sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Allah ta’ala berfirman yang artinya: “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh: 137)
Allah mengancam orang yang durhaka kepada Rasulullah dan menyelisihi kaum mukmin pada zamannya (yaitu shohabat) dengan neraka jahannam.
“Barangsiapa yang mendurhakai Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan kaum mukmin, Kami biarakan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam, jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115)
Ya Allah… mudahkanlah kami menempuh jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat atas mereka, yaitu orang-orang yang memeperoleh hidayah dan istiqomah. Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, yang hati mereka telah rusak sehingga mereka menyimpang dari kebenaran meskipun telah mengetahuinya. Bukan pula jalan orang-orang yang sesat yang tidak memiliki dan tidak mau belajar ilmu agama, sehingga mereka terus-menerus dalam kesesatan dan tidak mendapatkan petunjuk kepada kebenaran. Amiin…
Washollallahu ‘ala Nabiyyi Muhammad wa ‘ala alihi wa Shahbihi wa sallam
Rujukan:
  1. Sittu Duror Landasan Membangun Jalan Selamat karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani
  2. Membedah Akar Bid’ah karya Ali Hasan Al Halabi Al Atsari
  3. Artikel ‘Sudah Saatnya Meniti Manhaj Salaf’ yang merupakan penjelasan Syaikh Salim bin ‘Id Al Hilali dalam ceramah beliau dalam Majalah As Sunnah edisi 01/Tahun XI/ 1428H/2007M
  4. Artikel ‘Mengapa Harus Salafi?’ karya Abu ‘Abdirrahman bin Toyyib As Salafi dari situs salafindo.com
***
Penyusun: Ummu ‘Abdirrahman
Muroja’ah: Ust. Subhan Khadafi, Lc.
Artikel www.muslimah.or.id

Jumat, 22 April 2016

Sakitmu


Kamu mengatakan “itu” sakit. Kamu memiliki beban dan beban itu terasa sangat berat. Hey! Sekali-kali lihatlah sekeliling, bukan hanya kamu yang merasakan sakit! Bahkan ada yang merasakan lebih sakit dari apa yang kamu rasakan. Ada beban yang lebih berat yang di pikul oleh orang lain.

Beban itu akan tetap menjadi beban jika kamu tetap membawanya. Hidup ini seperti perjalanan yang jauh, singkirkan beban yang tak di perlukan agar tidak menyusahkan perjalanan itu. Ada harapan BESAR di ujung perjalanan  yang panjang ini.

Bersedih dan menangislah seperlu nya, tidak usah mendramatisir. Ingat! Itu hanya soal “rasa”. Iya si, sulit kalau soal perasaan. Akan tetapi, jangan menyiksa diri sendiri, masih ada kehidupan yang lebih baik untuk di jalani daripada mengutuk diri.

“Lebih baik nyalakan lampu daripada mengutuk kegelapan.”

Rasanya ingin menjerit menangis keras dan melepaskan segalanya. Seolah dunia terasa sempit dan menghimpitmu hingga sulit bernafas. Hendak berlari sejauh mungkin hingga paru-paru berasa akan pecah.
Terkadang kamu sudah berusaha, namun terjatuh lagi. Kamu sudah tetap tersenyum, meskipun menangis lagi. Cobalah, cari ruang untuk berbenah diri. Memikirkan sesuatu yang lebih bermakna untuk kedepannya.

Mungkin, kamu belum melihat pembelajaran sesuatu yang sedang kamu hadapi, akan tetapi bukan berarti hal itu tidak ada kan? Yakin, bahwa semua itu adalah proses untuk mendewasakan diri yang Allah ajarkan. insyaAllah.

Wudhu, ambil sajadah, dan curahkan kepada Dia yang tidak mengecewakanmu..
Kepada Dia yang Maha Besar..
Nikmati syahdunya bersama-Nya,

“ujian itu untukku, karena Allah tahu aku bisa melewatinya”.
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau Bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau Bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau Pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”
(QS. Al-Baqarah : 286)
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?” (QS. Al-Ankabut : 2)



               Allah hilangkan mentari, namun Allah hadirkan pelangi. 

                                                            Langit Salatiga, 23 April 2016

Rabu, 13 April 2016

Inspirasi Pemuda

Tercenung dan terenyuh  mendengar dan melihatnya. Seorang anak yang masih muda menikah tiba-tiba. Ternyata, karena hamil duluan dan perutnya yang semakin membesar tidak bisa di sembunyikan. Akhirnya, setelah menikah 3 bulan sudah melahirkan anak. Tidak mungkin usia bayi dalam kandungan hanya 3 bulan! Aku heran, tapi katanya sudah biasa.
Aimata ini menetes ketika melihat bayi yang tak berdosa di buang di tempat pembuangan sampah yang pasti bau, selokan yang kotor, bahkan ada ibu yang tega menggugurkan janinnya. Hati ibu mana yang tega melakukkan hal itu?
Dapat kabar juga kalau adek laki-lakinya baru saja menikah. Kali ini, menikah bukan karena kecelakann, kabarnya pernikahan tersebut atas dasar cinta. Keduanya saling mencintai satu sama lain. Belum ada satu bulan, mendengar bahwa pemuda ini memukul istrinya. Kata pemuda ini, isterinya tidak sebaik ketika mereka pacaran.
Juga ku dengar dan ku lihat banyak rumah tangga yang tidak utuh, ayahnya tidak ada, atau ibunya yang tidak ada. Cerai menjadi satu-satunya jalan untuk mengakhiri penderitaan berumah tangga, katanya. Ya Allah..
SEMUA INI SALAH SIAPA? Hiks..
Iya, aku juga pernah mengalami masa remaja. Aku tahu, diusia ini identik dengan sosok yang sedang mencari jati diri. Rasa ingin tahunya sangat tinggi, segala hal baru membuatnya penasaran, namun dari situlah banyak hikmah (pelajaran) yang dapat di ambil. Sayang sekali, jika rasa penasarannya mengarah pada hal-hal keburukan. Rugi deh kalau pada usia remaja dihabiskan dengan petualangan yang mengerikan.
Sebagai pemuda, kita memiliki pertanggungjawaban di akhirat. Untuk apa masa muda kita selama ini di manfaatkan? Apakah untuk hura-hura tenggelam dalam nikmat dunia, atau kita gunakan untuk hal yang bermanfaat.
“Mumpung masih muda nikmati saja dulu.” Mungkin, tidak asing dengan perkataan ini. Perkataan seperti ini adalah perkataan yang mengandung makna yang dalam dan pastinya menjerumuskan. Pada masa muda, banyak pintu kesempatan terbuka lebar.  Bukankah ketika usia mulai senja, pintu kesempatan tersebut perlahan-lahan menghilang? Merugilah bagi pemuda yang  masa mudanya digunakan untuk “senang-senang” tanpa manfaat atau masa tua yang kesempatannya  dibatasi oleh usia yang semakin menua.
Daripada dalam usia muda di habiskan untuk pacaran yang tidak halal, yang tentu banyak kerugiannya di unia maupun di akhirat, yuk buka al-Qur’an. Ternyata al-Qur’an bicara tentang pemuda.
  •  Nabi Ibrahim (QS. An-Nahl :120) Sosok Nabi yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap tauhid dan selalu berpegang kepada kebenaran dan meninggalkannya. 
  •  Nabi Yusuf (QS. Yusuf : 22-24) Didalam ayat ini dikisahkan bahwa beliau terperangkap dalam badai syahwat,  handaknya kita belajar darinya untuk mensucikan hati dan bertaubat kepada Allah serta menjaga kesucian, akhlak dan kepribadian, berupaya sekuat tenaga untuk menjaga dari perbuatan zina.
  •  Nabi Ismail (QS. Ash-Shaffat :102-107) Begitu hebat menyakini perintah Allah dan taat pada ketentuan-Nya, sebuah pengorbanan besar dan agung kepada Rabb-Nya.
  •  Pemuda Ashabul Kahfi (QS. Al-Kahfi :13-15) Legenda remaja yang mempertahankan Aqidah. Berkelompok bukan untuk hura-hura atau sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
  •  Dan juga inspirasi dari teladan kita, Nabi Agung Muhammad SAW, yang menjadi pemuda bergelar al-amin(terpercaya) dari masyarakatnya. Allahumma shalli ‘ala Muhammad
Jangan terlena dengan kenikmatan TERLARANG, sehingga melalaikan dari tugas utama sebagai generasi Islam. Jadikan al-Qur’an sebagai inspirasi kita sebagai pemuda, generasi Islam. insyaAllah aamiin.
#SalamInspirasiPemuda

Selasa, 29 Maret 2016

Landasan Itu Sangat KOKOH



Dalam buku Wonderful Family karya pak Cah tertuliskan: Pembentukannya diawali dengan pernikahan yang berdasarkan motivasi ibadah. Memahami sepenuhnya bahwa kebahagiaan itu datangnya dari dalam jiwa yang bersih, dari hati yang selalu bersyukur, dari pikiran yang selalu positif, sehingga segala sesuatu tampak jernih, bening dan jelas.
Menjadikan motivasi ibadah sebagai fondasi dalam meniti har-hari bersama semua anggota keluarga.
1.        Menghindarkan dari persaan kebosanan.
Kebosanan akan cepat melanda jika suami dan istri tidak memilikicara merawat cintan di antara mereka. Setiapa hari berada dalam situasi yang monoton, tanpa ada upaya menciptakan suasana yang berbeda. Oleh karena itu, hendaknya suami dan istri pandai membuat suasan yang menyenangkan setiap hari nya. Kebosanan akan mudah hilang apabila setiap hari suami dan istri menyirami dan memupuk cinta mereka dengan berbagai aktivitas bersama. 
2.        Menghindarkan dari keinginan mencari pelarian.
Segeralah selesaikan konflik antara Anda berdua, jangan biarkan konflik berlarut-larut tanpa usaha penyelesaian. Segera ambil tindakan untuk berdamai dengan pasangan. Jangan membiarkan konflik menjadi alasan untuk mencari pelarian kepada orang ketiga di luar rumah.
3.        Menghindarkan dari ketergodaan.
Apabila suami dan istri senantiasa menguatkan motivasi awal untuk beribadah maka akan terhindarkan dari ketergodaan oleh orang ketiga. Betapapun menariknya orang lain, betapapun cantik, betapapun tampan, namun itu tidak membuat tergoda untuk melakukan perselingkuhan atau penyimpangan, karena telah melandaskan kehidupan berumah tangga pada fondasi yang kokoh.
4.        Menghindarkan dari kekecewaan berlebihan.
Temukan harapan pada pasangan Anda. Jangan berusaha mencari-cari dan akhirnya menemukan harapan dari orang ketiga di luar rumah yang justru hanya memperparah persoalan Anda. Kembalilah kepada motivasi awal berumah tangga, jangan membelokkannya di tengah perjalanan. Motivasi yang suci akan membingkai langkah kehidupan berumah tannga, untuk menjauhkan diri dari kekecewaan yang berlebihan terhadap pasangan.