Senin, 29 Februari 2016

Pangeran Surga

Abi marah, umi tak kalah kecewanya. Adikku memandangku kesal, lalu masuk ke kamarnya.
"Fatih, sebenarnya apa yang kau inginkan?"
Aku hanya diam. Toh, mereka tidak akan  dapat memahamiku.
"Jika tidak suka, tidak apa-apa. Tapi pernikahanmu tinggal besok pagi! Apa yang membuatmu membatalkan pernikahan ini?"
"Fatih tak menginginkan apa-apa abi, umi." Akhirnya aku angkat bicara.
"Lalu apa Fatih?"
Airmataku tak mampu lagi ku tahan. Abi beranjak pergi dengan perasaan kecewa yang terlihat di wajahnya. Bagaimana tidak kecewa? Anak gadisnya telah mencapai usia menikah, namun setiap pemuda yang datang ia tolak. Sekarang, pernikahan tinggal besok malah di batalkan.
"Cerita sama umi. Ada apa Fatih?" Aku menggeleng dan bersandar di bahu umi. Umi memeluk bahuku.
"Apakah ada sesuatu yang tidak Fatih sukai dari Rahman?"
Aku menggeleng. Bahkan, jika aku ingin jujur aku ingin menikah dengannya, dia seperti pangeran Surga yang Allah kirimkan untukku.
"Apakah dia ..."
"Tidak umi." Jawabku lemah. Aku memandang wajah umi yang teduh dan tetap tenang, ada kecewa yang tersembunyi di balik wajahnya yang bersih.
"Lalu apa? Pernikahanmu tinggal besok sayang."
"Umi." Panggilku lirih, "apakah umi akan tetap menyanyangi Fatih meskipun seburuk kenyataan Fatih?"
"Pertanyaan macam apa itu Fatih? Tak ada seorang ibu yang tak sayang terhadap anak-anaknya. Fatih adalah anak umi yang sangat umi sayangi."
"Umi, dia sholih umi."
"Iya, umi tahu."
"Dia adalah lelaki yang pertama yang menarik hati Fatih dari sekian pemuda yang datang ke rumah."
"Lalu, kenapa harus di batalkan?"
"Dia seperti pangeran Surga yang akan membawa Fatih menuju cinta-Nya, ia bertanggungjawab, bacaan Al-Qur'annya merdu, shalatnya selalu berjama'ah. Fatih yakin, ia adalah seorang laki-laki yang sholih, bisa menjadi ayah untuk anak-anak Fatih nanti. Tapi umi..." Hiks hiks. Tubuhku tergoncang hebat.
"Tapi kenapa Fatih?"
"Apakah Fatih pantas mendapatkannya umi? Umi selalu mengatakan, lelaki baik untuk wanita baik. Lelaki sholih untuk wanita shalihah."
Umi tersenyum mendengarnya, "Anak umi baik dan shalihah. InsyaAllah."
Dari pagi aku mengurung diri dikamar. Bersembunyi dari kenyataan pahit yang harus aku telan, aku tak bisa menikah dengannya, tidak. Hiks.
***
"Sayang, keluar Nak!"
Aku masih memeluk lututku, memeluk diriku yang rapuh ini.
"Dari tadi pagi kamu belum makan." Entah sudah berapa kali umi mengetuk pintu kamarku.
"Iya umi!" Langkahku lemah menuju pintu. Tak dapat di bohongi bahwa perut ini terasa lapar. hehe
"Umi tidak akan menanyakan apapun. Supnya dimakan ya, keburu dingin nanti."
"Iya umi. Anakmu ini lapar dari tadi."
"Salah siapa di dalam terus!" Kata umi sambil bangkit berdiri.
"Umi mau kemana? Temani Fatih umi."
"Iya. Umi di suruh nonton Fatih makan?" Segera aku menyuapisup ke mulut umi.
"Umi juga  lapar ya? Hihihi." Umi memukul perutku, aku pura-pura mengaduh.
Umi tak menjawab, mulutnya penuh oleh makanan yang aku suapin.
"Hihihi umi." Aku tertawa melihat umi yang pasang muka cemberut, seperti anak kecil yang ngambek tidak di belikan permen. "Umi. Fatih ingin bicara. Maafkan Fatih umi."
"Maaf untuk apa sayang?"
"Fatih membatalkan pernikahan ini, abi dan umi pasti kecewa. Maaf umi." Airmataku kembali mengalir."Tapi umi. Fatih punya alasan kenapa Fatih membatalkannya." Aku memberanikan diri untuk terbuka, aku merasa sudah saatnya umi harus tahu.
"Umi. Anakmu..anaknmu ini bukan lagi memiliki kehormatan yang utuh." Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan perlahan.
"Maksudnya?" Kening umi berkerut.
"Umi masih ingat ketika Fatihdemam selam 2 pekan,2 tahun yang lalu."
"Iya."
"Fatih. Fatih kotor umi.hiks." aku bersandar pada almari di samping kasurku.
"Innalillah. Fatih berzina?" Aku tak sanggup memandang mata umi, aku yakin airmata umi sedang berhamburan.
"Tidak umi. Wallahi! Fatih tak pernah berzina dengan siapapun! Umi tahuputra terkaya di kompleks ini?"
"Robert?" Suara umi bergetar
"Maaf umi. Fatih tak mampu menjaga diri dari dia. Hiks. Maaf umi, maaf."Aku menangis pilu, memori menyakitkan itu mencabik-cabik hatiku. Umi beranjak pergi meninggalkan aku.
"Umi." Panggilku lirih, "maafkan anakmu umi." Umi hanya menoleh, lalu berlalu.
***
Malam itu begitu dingin. Hatiku pasrah, pangeran Surga itu ku tepis dari hati ini. Aku tak ingin mengecewakan lelaki sesholih dia.
"Apa yang membuat kamu membatalkan pernikahan ini?"
Aku hanya diam. Aku memandang umi, umi mengangguk.
"Jangan membuat saya bingung, dik Fatih." Ia mendesaknya.
"Bismillah. Maafkan saya mas Rahman." Aku menggenggam tangan umi, tangan umi menggenggamku dengan erat, memberiku kekuatan.
"Apakah ada yang tidak kamu sukai dari saya? Tolong jelaskan! Jangan kamu siksa bathin saya."
Umi menggenggam tanganku semakin erat. "Sebelumnya saya mohon maaf, kepada mas Rahman dan keluarga mas."cepat-cepat aku menghapus airmataku sebelum jatuh. "Mas Rahman adalah lelaki shalih yang saya temui. Jujur. Mas Rahman telah menarik hatiku." Aku menghela nafas, dadaku terasa semakin sesak.
"Lalu, kenapa mbak Fatih tega membatalkan untuk menikah dengan kakak saya?" Tanya Aisyah, adik perempuan mas Rahman.
"Sekali lagi saya mohon maaf mas. Saya menyesal."
"Baiklah. Saya akan terima jika kamu tak ingin menikah dengan saya. Tapi, tolong jelaskan alasan kamu membatalkan nya! Jujur. Saya kecewa, tapi saya tidak bisa memaksa."
"Maafkan saya." Aku menangis sesengukan dalam pelukan umi.
"Tolong. Biarkan Fatih tenang dulu."
"Maafkan saya. Saya merasa tak pantas bersanding dengan lelaki shalih seperti mas Rahman. Saya tidak lagi memiliki kehormatan yang utuh sebagai seorang perempuan." Ia memandangku tak percaya.
"Sebelumya, abi dan umi saya tidak mengetahui apa yang terjadi. Saya..saya adalah korban perkosaan." Tubuhku terguncang hebat. Tangan umi semakin erat memegang jemari tanganku, begitu juga tangannya semakin erat memegang bahuku.
"Innalillah."
"Saya..saya minta maaf. Saya sangat menyesal, saya akan menerima apapun keputusan mas." Aku tak ingin berharap lebih, tak ingin kecewa bila berharap pada makhluk-Nya. Aku terima keputusan Allah. Aku berharap, Allah memberi yang terbaik untukku, untuknya.
"Innalillah." Kemudian Iamenyeka airmatanya. "Sayaturut bersedih. Tapi, saya mohon maaf. Saya tidak akan membatalkan pernikahan ini."
"Mas?" Aku memanggilnya lirih.
"Sungguh. Dulu, saya berkecimbung dalam genangan dosa, setiap hari saya bermaksiat kepada Allah. Ya Allah ighfirli."Airmatanya masih mengalir deras. "Allah memberikan hidayah dalam hatiagar saya bertaubat. Saya menikahimu karena keshalihanmu dik Fatih. Fatih memiliki masalalu, saya juga. "
"Tapi.."
"Saya mencintai keshalihanmu saat ini dan nanti, dan saya menikahimu saat ini dan nanti. Semua memiliki masalalu dik Fatih."
"Terimakasih atas kebesaran hatimu mas. Saya terima keputusanmu, apapun itu." Aku pasrah kepada-Mu wahai pemilik nyawaku.
"Justru, sayalah yang meminta keputusanmu."

Aku tersenyum. Diakah pangeran Surgaku? 

Setiap Muslim Saudara

aku selalu bertanya-tanya, kenapa banyak Muslim yang  SANGAT sensitif dengan  “merk” ?
yaaahh ...aku sadar, BANYAK HAROKAH (pergerakan) di dunia ini, bahkan di Indonesia ini. Mereka merebutkan ‘kebenaran’, menyatakan dirinya benar, atau mengkafirkan yang lain. Mengangkat setinggi mungkin bendera merknya
mudah sekali berkata jika NU itu bla bla bla, kalau Muhammadiyah bla bla bla, kalau . . . .dsb.
Tetapi, apakah yang Muhammadiyah itu memahami Muhammadiyah?
Yang NU, memahami NU itu sendiri?
Yang golongan tertentu paham dengan golongan tersebut?
Seringkali, kita terjerat dan  “fanatik” terhadap golongan tertentu.. Mungkin kita khilaf
firman Allah:
“Dan hendaklah ada di antara kamu SEGOLONGAN UMAT  yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Islam itu indah. Segala sisi kehidupan telah di atur di agama Islam. Islam mengajarkan toleransi, tapi kenapa toleransi kepada sesama Muslim di abaikan?
Sulit?
Untuk apa mencari-cari perbedaan, kalau “Sesungguhnya setiap Muslim bersaudara?” carilah persamaannya, jangan perbedaanya.
Ibarat membaca buku, hanya beberapa halaman yang di baca, LALU BERKOMENTAR (karena tidak sama dengan buku yang ia baca), sedangkan HALAMAN YANG LAIN BELUM  ATAU TIDAK MAU DI BACA. #wagu
Rasulullah mengajarkan sesuatu bukan hanya dengan 1 cara kok. Dan silahkan, mau ambil yang mana.
“KALAU BELUM MENCICIPI, JANGAN NGOMONG. JANGAN NGOMONG!”

Berani Lebih Baik!

Berani lebih baik.

          Setiap orang, begitu juga kita sendiri menginginkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kita ingin menjadi seseorang yang lebih baik dari hari ini ataupun hari kemarin. Bahkan ketika kita melakukan sebuah keburukan, terbersit untuk menolak melakukan itu. Nurani kita memberontak, hati terasa gelisah, tidak tenang, dan diri kita merasa bersalah karena melakukan hal itu.
          Kita sering mengabaikan bisikan kebaikan yang terdengar halus dan lembut itu, mungkin kita telah tenggelam dan asyik tetap pada keburukan sehingga kita merasa pada zona nyaman. Bahaya sekali ketika kita menikmatinya.. astaghfirullah..
Kita hanya butuh BERANI. Kita takut bila kita berubah lebih baik, nanti kembali lagi menjadi yang buruk lagi. Gaeees.. manusia itu memang tempatnya salah dan lupa. Wajar saja, ketika kita kadang keliru. Akan tetapi, di sini kita perlu yang namanya “proses”.
“Emang ada komentar tidak suka tentang pakaianmu, Vi?”
“Ada, komentar pedaspun ada.”
“Lalu, menyikapinya bagaimana Mbak?”
“Senyumin aja.. Komentar-komentar itulah bagian dari sebuah proses, dek. Nah, untuk menjadi lebih baik harus berani. Karena, kita akan diuji seberapa kuat kemauan untuk menjadi lebih baik.”
“Orang tua mendukung ya Mbak?”
“Alhamdulillah.. Awalnya mereka bertanya, ‘nduk. Kamu ki kenapa?kok kudunge bedo?’ sebagai orangtua mereka khawatir jika aku tersesat pada aliran tertentu, itulah wujud cinta mereka.”
“Iya Mbak, betul.”
“Keluarga kitapun bisa jadi ujian pula, dek. Kalau benar-benar berani menjadi lebih baik, harus kuat menghadapi berbagai resiko, insyaAllah Allah mudahkan.”
“Ngomong-ngomong, bagaimana perjalanan Mbak berhijab?”
Aku menengok ke jendela, menikmati tetesan-tetesan air hujan. Pikiranku melayang pada memori beberapa tahun lalu. “Panjang ceritanya.”
Pertama, dulu aku berpakaian seperti anak diusiaku. Lengan dan celana pendek.
Kedua, aku belajar untuk membiasakan diri memakai celana panjang.
Ketiga, tubuhku harus terbiasa dengan pakaian lengan panjang dan celana panjang.
Keempat, aku mulai berkerudung, meskipun kerudungnya sangat kepepet, namun aku menikmati proses itu. Aku hargai usahaku sendiri dek.
Ke empat, aku belajar pakai rok. Mungkin, karena tidak terbiasa memakai rok, ya? Rasanya sulit dan merepotkan dek, tetapi karena aku harus berani lebih baik ya harus dijalani. Bisa karena biasa, biasa karena kebiasaan.
Ke lima, aku belajar untuk mengulurkan kerudung yang lebih menutupi dada. Rasanya malu sendiri ketika bagian itu terlihat lekuknya.
Ke enam, aku belajar menyempurnakan hijabku dek. Membutuhkan waktu yang tak sebentar. Alhamdulillah.. Allah hadirkan kawan-kawan yang mendukungku untuk itu, dan sekarang aku masih belajar.
“Aku sama seperti sampean yang dulu, Mbak. Aku hanya berkerudung ketika sekolah, jadi ya aku berkerudung karena sekolahku mewajibkan untuk berkerudung Mbak. Aku ingin berkerudung dimanapun dan kapanpun.”
“Ya tadi itu dek, harus BERANI!”
“Malu.”
“Dulu, aku juga merasa malu, Alhamdulillah.. kita masih memiliki rasa malu. Akan tetapi, jika kita melakukan hal kebaikan kok malu, namun ketika kita enggan meninggalkan hal yang tidak baik kok biasa aja, kan ya lucu?”
“Tapi Mbak.”
“Jangan pakai tapi, jangan turuti kata tapi. Untuk berani lebih baik, hapus kata ‘tapi’ dalam fikiranmu. Kata tapi adalah penghambat dan penghalangmu menuju jalan yang lebih baik.”
Nikmati saja prosesnya, ambil hikmahnya. Nikmatilah seperti nikmatnya ketika waktu kecil kita belajar berjalan. Kita belajar berjalan, tetapi jika kita mendengar:‘tapi kalau jatuh gimana? Tapi kalau kesandung gimana? Dan tapi tapi lainnya.’ Jika kita turuti kata tapi satu kali saja, mana mungkin sekarang kita bisa berjalan? Wallahua’lam bishawab.



Pernah Pacaran?

            Aneh sekali ketika banyak teman yang BELUM pernah pacaran ingin memiliki cerita “pernah pacaran”  dikisah hidupnya. Sedangkan, jika aku bisa memutar waktu, aku ingin memenghapus cerita itu dan mengantinya dengan cerita yang lebih baik. Akan tetapi, disetiap cerita selalu ada pelajaran yang sangat berharga. InsyaAllah..
“Mondok Mbak?”
“Bothen. Kos dek.”
“Kos? Masa?”
“Iya, ngekos di ***”
“Pernah pacaran Mbak?”
“Heh?” Terkejut! Tidak ada pertanyaan lain apa ya? Menanyakan tempat tinggalku, misalnya. Aku hanya tersenyum kecut, terasa kecewa mengingat semua memori hitam itu. Tak pernah aku meminta memiliki cerita yang begitu menyedihkan, seharusnya lembaran-lembaran hidupku berisi kebaikan. Ighfirli wahai Rabbku..
“Mbak!” dek Ulfa membuyarkan lamunanku.
“Pernah.“ Aku kembali tersenyum dan bercerita, “Dulu, aku tak tahu apa itu pacaran, yang kutahu,  pacaran itu hanyalah sebatas hubungan untuk memompa semangatku dalam hal belajar. Aku tidak tahu menahu tentang dampak atau bahaya pacaran.”
“Berarti Mbak dulu polos sekali ya?”
“Ya, begitulah.. diusia SMP aku tidak paham apa itu cinta. Apa makna cinta yang sebenarnya.”
“Sampai suatu waktu, dimana atas izin Allah Gunung Merapi meletus pada tanggal 26 Oktober 2010.”
“Hafal sekali Mbak.”
“Iya dek. Karena, peristiwa itulah awal dimana aku merasa benar-benar hidup.”
“Maksudnya?”
“Alhamdulillah, aku hidup dengan makan yang cukup dan kenyang, namun ruhku terasa kosong. Hidupku hampa terasa. Maksudnya, aku memang terlahir sebagai seorang Muslim, akan tetapi Muslim keturunan. Ibu dan ayahku orang awam, tidak banyak yang mereka ajarkan tentang agama Islam sebagai bekal hidupku. Aku hanya tahu sebatas shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat di akhir Bulan Ramadhan, dan berhaji bagi yang mampu. Lulus SD aku sudah ingin mondok, tapi ibu dan ayahku tidak memberi izin.”
“Kenapa?”
“Mereka terlalu sayang sama anak perempuannya ini, dek.”
“Terus Mbak?”
“Tadi kan aku cerita tentang Gunung Merapi, ya? Mau tidak mau, aku harus mengungsi dek.”
“Berapa hari Mbak?”
“31 hari.”
“Lama banget Mbak!”
“hehe.. aku, ibu dan ayahku mengungsi berpindah sampai 3 kali.”
“Kenapa pindah-pindah Mbak? Pasti tidak betah, ya?”
“hehe.. enggak dek. Aktivitas Gunung Merapi semakin meningkat, makanya pindah ditempat yang lebih aman.”
“Mengungsi dimana Mbak?”
“Pertama, di Balai Desa Banyubiru, Dukun. Kedua, di masjid Ngawen Muntilan. Dan yang terakhir di gedung KPRI Borobudur.”
“Kalau sama candinya Mbak?”
“Kurang lebih satu kilometer dek. Tempat itulah saksi bisu awal perjalanku kearah yang lebih baik.”
“Aku masih ingat betul dek. Waktu itu aku malu, bacaan Qur’anku masih terbata-bata dan tajwidku berantakan. Celana dan lengan bajuku masih pendek, tentu aku belum berkerudung. Aku merasa sangat malu dan aku merasa telanjang, meskipun aku berpakaian.”
“Ngajinya tidak memakai kerudung?”
“Ya enggak dek, aku memakai mukena seperti anak-anak pengungsi lainnya. Banyak nasehat yang mereka berikan, terutama tentang pacaran. Lalu, entah mengapa saat itu ingin memutuskan pacarku, tapi aku takut menyakiti hatinya. Aku bingung, tetapi aku tetap memutuskannya.”
“Caranya gimana?”
“Awalnya basa-basi gitu, sampai aku bilang bahwa aku ingin putus karena pacaran itu gak baik, Islam tidak mengajarkan pacaran, bla bla bla.”
“Trus dia jawab apa Mbak?”
“MasyaAllah.”
“Cuma itu?”
“Iya.. Kemudian, aku minta maaf sama dia, karena selama aku dan dia pacaran pasti aku pernah menyakitinya. Dia bilang kalau jantungnya sakit, hatinya hancur, galaunya lebbay banget. Katanya cuma aku yang dia sayang, dia menerimaku apa adanya, aku yang ada dihatinya, bahkan dia bilang kalau akan mencintaiku selamanya. Selamanya dek.”
“hahaha bener banget lebaynya Mbak.”
“Tapi dek.”
“Kok ada tapinya?”
“Aku ngajak balikan dek.” Mataku tiba-tiba berair.
“Kok bisa si Mbak?”
“Aku masih sayang sama dia, dek. Banyak canda tawa dan suka duka yang pernah kulewati bersamanya. Kenangan-kenangan bersamanya menyeretku kembali lagi padanya, aku lemah dek..hiks.” Aku mengusap mataku yang terus membanjiri pipiku yang semakin basah. “Lakukan apa yang kamu yakini benar, satu kalimat sahabatku dek. Aku kembali mengalami gejolak dalam jiwa. Sebelumnya aku yang mutusin dia, kan? Masak aku yang mutusin dia lagi? Rasanya tidak tega dek. Jujur, aku tidak bermaksud untuk mempermainkan hatinya. Aku hanya merasa terombang-ambing daaaan.. entah perasaan saat itu sulit di jelaskan dek. Kamu tahu dek, apa yang dia katakan ketika aku mutusin dia lagi?”
“Dia marah?”
“Enggak.”
“Kecewa?”
“Enggak juga. Dia malah mendoakan aku, semoga aku mendapatkan lelaki yang terbaik. Saat itu aku, aku mencoba untuk melakukan apa yang aku yakini benar. Jika dia adalah jodoh yang Allah takdirkan untukku, Allah yang akan mempertemukanku kembali dengannya. Namun, jika dia bukan jodohku, aku dan dia akan bertemu dengan jodohnya masing-masing. Dan terjawab dek, dia sekarang sudah menikah. Janji Allah itu pasti.”

Menghadirkan ibu dan ayahku, serta kakak perempuanku. Semoga kebersamaan kita sampai jannah-Nya.
Menghadirkan Ali yang telah mengajarkanku banyak hal, semoga Allah memberikan tempat terindah dan bahagia disisi-Nya.
Menghadirkan Kakak-kakak Ar-Rahman, semoga Allah memberikan balasan yang terbaik dari-Nya.

AAMIIN AAMIIN AAMIIN YA ALLAH...

Minggu, 28 Februari 2016

Jalan Pulang

Bukan dakwah yang mebutuhkan aku, bukan pula cinta yang membutuhkanku. Namun sebaliknya. Aku membutuhkan keduanya.
Tidak ingin aku melepaskan keduanya, aku sadar.. bahwa karena semua itu aku harus mengorbankan segalanya. Menyita waktu, menguras tenaga, merampas dompetku, bahkan meminta nyawamu sekalipun.
Kembali.. perbaikilah niat.
Untuk siapa, karena siapa, dan untuk siapa!!
Karena, kita akan mendapatkan apa yang kita niatkan.
Dakwah akan tetap terus melaju denganmu atau TANPAmu. Karena, dakwah tak pernah kehabisan pekerja.
          Amanah itu berat..
          Amanah itu melelahkan..
          Amanah itu menyakitkan..
Semua itu karena niatmu sudah ternodai oleh hal-hal duniawi.
Dan lagi.. tengok hatimu, bagaimana niatmu berada di sini
Beberapa kali melangkah mundur.. menjadi pecundang yang ditertawakan setan.
          Kosongnya jiwa,
          Kerontangnya iman,
          Matinya ruh,
Hanya satu! Mencari “jalan pulang”

Surat Untukmu, Saudaraku!



Terkadang.. kita ingin bicara wahai ikhwan, namun kata tak sampai.. kami takut kata-kata kami melukai hati,.. kami memang lebih suka menyimpan rapi kepedihan di dalam hati, ketimbang kalian . . .eumb
Izinkan.. kali ini berbicara.. dengarlah, saya berharap tulisan ini untuk kebaikan bersama. Agar kita saling menjaga, saling memuliakan, saling menghargai, dan saling ... karena Allah.
Ya, Kalian kami sebut ikhwan. Karena kami yakin, kalian adalah lelaki baik-baik dan shalih J meskipun tak lepas dari ketidaksempurnaanya..hehehe
Kami acungi jempol, ikhwan yang benar-benar menjadikan kami sebagai tulang rusukmu, yang kau lindungi dan sayangi.. tidak menganggap kami ubun-ubun yang kau tinggikan atau tidak menganggap kami kaki yang dapat kalian injak-injak semau kalian.. kamu betul-betul melindungi dan menyayangi, kan? Ahh.. berapa persen-kah di zaman sekarang ini ikhwan yang seperti itu.. saya khusnudzan saja MASIH BANYAK.. tulisan ini bukan untuk menjelekkanmu, ikhwan.. sungguh, kami kasihan diantara kalian yang bervirus PHP.. sungguh,, hanya mencoba belajar mengamalkan Surat Al Asr.. saling mengingatkan pada yang haq dan sabar.
Bukan dari tulang ubun ia dicipta
Sebab berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja
Tak juga dari tulang kaki
Karena nista menjadikannya diinjak dan diperbudak
              
Tetapi dari rusuk kiri
Dekat ke hati untuk dicintai
Dekat ke tangan untuk dilindungi
Indah, ya? J
Kami tak tahu, kenapa ada di antara kalian yang sangat mudah mengatakan rasa atau terburu-buru mengatakan rasa? Yap, pokoknya seperti itu, biasa saya menyebutnya “ikhwan genit” hiihihi semoga kamu tidak termasuk di dalam nya, ya ? hehehe.. calm broo..
Untukmu.. wahai kau yang PHP(Pemberi Harapan PALSU)kepada kami !! Entah, rasa itu benar ada atau hanya sekedar omong belaka, atau hanya untuk menggoda wanita. Duhh!! jlepp..  bukan ge-er atau kepedean dengan tuturmu yang menjanjikan ini itu, memperlakukanku dengan istimewa bak seorang putri, atau ajakan keseriusan hubungan yang kamu tawarkan.. kayaknya serius banget, ya!! pokoknya aku tidak GE-ER atau KEPEDEAN.. aku juga punya hati, aku punya perasaan, hatiku terlalu lembut mengenai sebuah rasa.. aku tak mudah untuk menerima rasamu begitu saja.. namun, seiring berjalannya waktu, kamu tak henti-henti nya memberikan harapan.. meskipun tak pernah sejak awal ku mempunyai harapan bersamamu.. ihh, bener!!! Kamu yang mulai!!titik!!!!!
saat hati ini mulai tertarik.. tertarik untuk bersamamu, membangun sebuah mahligai rumah tangga yang kamu janjikan.. ahhh rasanya aku begitu percaya dengan apa yang kau janjikan.. dengan tiba-tiba, baru saja berdo’a kepada Allah”ya Allah.. dekatkanlah ia bila ia jodohku, dan jauhkanlah jika bukan jodoh untukku”, tiba-tiba kau berubah.. entah perubahan yang bagaimana,aku sulit menjelaskan.. kau pergi  tinggalkan tanpa jejak dengan alasan yang tak ku mengerti..
kini, aku paham.. paham sekaliiiii.. bahwa, “AKU SEPERTI IKAN YANG KAMU PANCING, SETELAH KAU DAPATKAN,KAU LEPAS IKAN DARI KAIL ITU!! KAU TAHU? RASA NYA SAKITT!! SAKIT SEKALI, HATIKU BERDARAH KARNA KAIL ITU!!BENAR-BENAR SAKITNYA TUH DISINI! APAKAH KAU PEDULI?!!”. Kau lalu benar-benar pergi begitu saja, sedangkan aku kesakitan. Akupun tak mungkin mengingatkan janji yang pernah kau berikan.. bagaimana aku menanyakan nya?  Sedang kamu sedang bersama yang lain.. ahhh.. apakah dia juga hanya kau jadikan ikan juga??? Aku bersyukur kepada ALLAH, sekarang.. jauh darimu.. tandanya bukan jodohku, kan? Mana kita tahu! Tapi aku berdo’a”ya Allah.. dekatkanlah ia bila ia jodohku, dan jauhkanlah jika bukan jodoh untukku”..mungkinkah itu jawaban Allah, wallahu a’lam..
Aku tak minta kau kasihani kok.. hihihi INGAT, ya! Hatiku sudah tertutup untuk seorang PHP sepertimu.. “JANGAN PERNAH PERTANYAKAN HATI LAGI!”, sekali lagi ini bukan KEPEDEAN! Hanya ku tahu, kau akan merasa sesuatu itu berarti ketika sesuatu itu telah pergi.. hehehehe akui saja, lah!
Cukuplah aku yang kau buat berdarah-darah seperti ini! Jangan yang lain.. JANGAN YANG LAIN IKHWAN! Kau masih lelaki baik-baik, kan? Jangan permainkan anak orang hoeeyy!!Jangan ngaku ikhwan kalau masih PHP-in anak orang !! kalau PHP(Pemberi Harapan PASTI) >> ikhwan gaull.. datangi bapaknya, lamar dia, nikahi dia.. beres, kan? Dan tidak akan ku panggil ‘ikhwan genit’ lagi.. J tapi, juga jangan bermetamoforsa jadi “suami genit”, ya ?

Sudah.. hanya itu.. itu saja.. aku khawatir, khawatir kamu tidak mau membacanya, hehehe
APA SI? IKHWAN GENIT!!