Abi marah, umi
tak kalah kecewanya. Adikku memandangku kesal, lalu masuk ke kamarnya.
"Fatih,
sebenarnya apa yang kau inginkan?"
Aku hanya diam.
Toh, mereka tidak akan dapat memahamiku.
"Jika
tidak suka, tidak apa-apa. Tapi pernikahanmu tinggal besok pagi! Apa yang
membuatmu membatalkan pernikahan ini?"
"Fatih tak
menginginkan apa-apa abi, umi." Akhirnya aku angkat bicara.
"Lalu apa
Fatih?"
Airmataku tak
mampu lagi ku tahan. Abi beranjak pergi dengan perasaan kecewa yang terlihat di
wajahnya. Bagaimana tidak kecewa? Anak gadisnya telah mencapai usia menikah,
namun setiap pemuda yang datang ia tolak. Sekarang, pernikahan tinggal besok
malah di batalkan.
"Cerita
sama umi. Ada apa Fatih?" Aku menggeleng dan bersandar di bahu umi. Umi
memeluk bahuku.
"Apakah
ada sesuatu yang tidak Fatih sukai dari Rahman?"
Aku menggeleng.
Bahkan, jika aku ingin jujur aku ingin menikah dengannya, dia seperti pangeran
Surga yang Allah kirimkan untukku.
"Apakah
dia ..."
"Tidak
umi." Jawabku lemah. Aku memandang wajah umi yang teduh dan tetap tenang,
ada kecewa yang tersembunyi di balik wajahnya yang bersih.
"Lalu apa?
Pernikahanmu tinggal besok sayang."
"Umi."
Panggilku lirih, "apakah umi akan tetap menyanyangi Fatih meskipun seburuk
kenyataan Fatih?"
"Pertanyaan
macam apa itu Fatih? Tak ada seorang ibu yang tak sayang terhadap anak-anaknya.
Fatih adalah anak umi yang sangat umi sayangi."
"Umi, dia
sholih umi."
"Iya, umi
tahu."
"Dia
adalah lelaki yang pertama yang menarik hati Fatih dari sekian pemuda yang
datang ke rumah."
"Lalu,
kenapa harus di batalkan?"
"Dia
seperti pangeran Surga yang akan membawa Fatih menuju cinta-Nya, ia
bertanggungjawab, bacaan Al-Qur'annya merdu, shalatnya selalu berjama'ah. Fatih
yakin, ia adalah seorang laki-laki yang sholih, bisa menjadi ayah untuk
anak-anak Fatih nanti. Tapi umi..." Hiks hiks. Tubuhku tergoncang hebat.
"Tapi
kenapa Fatih?"
"Apakah
Fatih pantas mendapatkannya umi? Umi selalu mengatakan, lelaki baik untuk
wanita baik. Lelaki sholih untuk wanita shalihah."
Umi tersenyum
mendengarnya, "Anak umi baik dan shalihah. InsyaAllah."
Dari pagi aku
mengurung diri dikamar. Bersembunyi dari kenyataan pahit yang harus aku telan,
aku tak bisa menikah dengannya, tidak. Hiks.
***
"Sayang,
keluar Nak!"
Aku masih
memeluk lututku, memeluk diriku yang rapuh ini.
"Dari tadi
pagi kamu belum makan." Entah sudah berapa kali umi mengetuk pintu
kamarku.
"Iya
umi!" Langkahku lemah menuju pintu. Tak dapat di bohongi bahwa perut ini
terasa lapar. hehe
"Umi tidak
akan menanyakan apapun. Supnya dimakan ya, keburu dingin nanti."
"Iya umi.
Anakmu ini lapar dari tadi."
"Salah
siapa di dalam terus!" Kata umi sambil bangkit berdiri.
"Umi mau
kemana? Temani Fatih umi."
"Iya. Umi
di suruh nonton Fatih makan?" Segera aku menyuapisup ke mulut umi.
"Umi
juga lapar ya? Hihihi." Umi memukul
perutku, aku pura-pura mengaduh.
Umi tak
menjawab, mulutnya penuh oleh makanan yang aku suapin.
"Hihihi
umi." Aku tertawa melihat umi yang pasang muka cemberut, seperti anak
kecil yang ngambek tidak di belikan permen. "Umi. Fatih ingin bicara.
Maafkan Fatih umi."
"Maaf
untuk apa sayang?"
"Fatih
membatalkan pernikahan ini, abi dan umi pasti kecewa. Maaf umi." Airmataku
kembali mengalir."Tapi umi. Fatih punya alasan kenapa Fatih
membatalkannya." Aku memberanikan diri untuk terbuka, aku merasa sudah
saatnya umi harus tahu.
"Umi.
Anakmu..anaknmu ini bukan lagi memiliki kehormatan yang utuh." Aku menarik
nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan perlahan.
"Maksudnya?"
Kening umi berkerut.
"Umi masih
ingat ketika Fatihdemam selam 2 pekan,2 tahun yang lalu."
"Iya."
"Fatih.
Fatih kotor umi.hiks." aku bersandar pada almari di samping kasurku.
"Innalillah.
Fatih berzina?" Aku tak sanggup memandang mata umi, aku yakin airmata umi
sedang berhamburan.
"Tidak
umi. Wallahi! Fatih tak pernah berzina dengan siapapun! Umi tahuputra terkaya
di kompleks ini?"
"Robert?"
Suara umi bergetar
"Maaf umi.
Fatih tak mampu menjaga diri dari dia. Hiks. Maaf umi, maaf."Aku menangis
pilu, memori menyakitkan itu mencabik-cabik hatiku. Umi beranjak pergi
meninggalkan aku.
"Umi."
Panggilku lirih, "maafkan anakmu umi." Umi hanya menoleh, lalu
berlalu.
***
Malam itu
begitu dingin. Hatiku pasrah, pangeran Surga itu ku tepis dari hati ini. Aku
tak ingin mengecewakan lelaki sesholih dia.
"Apa yang
membuat kamu membatalkan pernikahan ini?"
Aku hanya diam.
Aku memandang umi, umi mengangguk.
"Jangan
membuat saya bingung, dik Fatih." Ia mendesaknya.
"Bismillah.
Maafkan saya mas Rahman." Aku menggenggam tangan umi, tangan umi
menggenggamku dengan erat, memberiku kekuatan.
"Apakah
ada yang tidak kamu sukai dari saya? Tolong jelaskan! Jangan kamu siksa bathin
saya."
Umi menggenggam
tanganku semakin erat. "Sebelumnya saya mohon maaf, kepada mas Rahman dan
keluarga mas."cepat-cepat aku menghapus airmataku sebelum jatuh. "Mas
Rahman adalah lelaki shalih yang saya temui. Jujur. Mas Rahman telah menarik
hatiku." Aku menghela nafas, dadaku terasa semakin sesak.
"Lalu,
kenapa mbak Fatih tega membatalkan untuk menikah dengan kakak saya?" Tanya
Aisyah, adik perempuan mas Rahman.
"Sekali
lagi saya mohon maaf mas. Saya menyesal."
"Baiklah.
Saya akan terima jika kamu tak ingin menikah dengan saya. Tapi, tolong jelaskan
alasan kamu membatalkan nya! Jujur. Saya kecewa, tapi saya tidak bisa
memaksa."
"Maafkan
saya." Aku menangis sesengukan dalam pelukan umi.
"Tolong.
Biarkan Fatih tenang dulu."
"Maafkan
saya. Saya merasa tak pantas bersanding dengan lelaki shalih seperti mas
Rahman. Saya tidak lagi memiliki kehormatan yang utuh sebagai seorang
perempuan." Ia memandangku tak percaya.
"Sebelumya,
abi dan umi saya tidak mengetahui apa yang terjadi. Saya..saya adalah korban
perkosaan." Tubuhku terguncang hebat. Tangan umi semakin erat memegang
jemari tanganku, begitu juga tangannya semakin erat memegang bahuku.
"Innalillah."
"Saya..saya
minta maaf. Saya sangat menyesal, saya akan menerima apapun keputusan
mas." Aku tak ingin berharap lebih, tak ingin kecewa bila berharap pada
makhluk-Nya. Aku terima keputusan Allah. Aku berharap, Allah memberi yang
terbaik untukku, untuknya.
"Innalillah."
Kemudian Iamenyeka airmatanya. "Sayaturut bersedih. Tapi, saya mohon maaf.
Saya tidak akan membatalkan pernikahan ini."
"Mas?"
Aku memanggilnya lirih.
"Sungguh.
Dulu, saya berkecimbung dalam genangan dosa, setiap hari saya bermaksiat kepada
Allah. Ya Allah ighfirli."Airmatanya masih mengalir deras. "Allah memberikan
hidayah dalam hatiagar saya bertaubat. Saya menikahimu karena keshalihanmu dik
Fatih. Fatih memiliki masalalu, saya juga. "
"Tapi.."
"Saya
mencintai keshalihanmu saat ini dan nanti, dan saya menikahimu saat ini dan
nanti. Semua memiliki masalalu dik Fatih."
"Terimakasih
atas kebesaran hatimu mas. Saya terima keputusanmu, apapun itu." Aku
pasrah kepada-Mu wahai pemilik nyawaku.
"Justru,
sayalah yang meminta keputusanmu."
Aku tersenyum.
Diakah pangeran Surgaku?
