Senin, 29 Februari 2016

Pangeran Surga

Abi marah, umi tak kalah kecewanya. Adikku memandangku kesal, lalu masuk ke kamarnya.
"Fatih, sebenarnya apa yang kau inginkan?"
Aku hanya diam. Toh, mereka tidak akan  dapat memahamiku.
"Jika tidak suka, tidak apa-apa. Tapi pernikahanmu tinggal besok pagi! Apa yang membuatmu membatalkan pernikahan ini?"
"Fatih tak menginginkan apa-apa abi, umi." Akhirnya aku angkat bicara.
"Lalu apa Fatih?"
Airmataku tak mampu lagi ku tahan. Abi beranjak pergi dengan perasaan kecewa yang terlihat di wajahnya. Bagaimana tidak kecewa? Anak gadisnya telah mencapai usia menikah, namun setiap pemuda yang datang ia tolak. Sekarang, pernikahan tinggal besok malah di batalkan.
"Cerita sama umi. Ada apa Fatih?" Aku menggeleng dan bersandar di bahu umi. Umi memeluk bahuku.
"Apakah ada sesuatu yang tidak Fatih sukai dari Rahman?"
Aku menggeleng. Bahkan, jika aku ingin jujur aku ingin menikah dengannya, dia seperti pangeran Surga yang Allah kirimkan untukku.
"Apakah dia ..."
"Tidak umi." Jawabku lemah. Aku memandang wajah umi yang teduh dan tetap tenang, ada kecewa yang tersembunyi di balik wajahnya yang bersih.
"Lalu apa? Pernikahanmu tinggal besok sayang."
"Umi." Panggilku lirih, "apakah umi akan tetap menyanyangi Fatih meskipun seburuk kenyataan Fatih?"
"Pertanyaan macam apa itu Fatih? Tak ada seorang ibu yang tak sayang terhadap anak-anaknya. Fatih adalah anak umi yang sangat umi sayangi."
"Umi, dia sholih umi."
"Iya, umi tahu."
"Dia adalah lelaki yang pertama yang menarik hati Fatih dari sekian pemuda yang datang ke rumah."
"Lalu, kenapa harus di batalkan?"
"Dia seperti pangeran Surga yang akan membawa Fatih menuju cinta-Nya, ia bertanggungjawab, bacaan Al-Qur'annya merdu, shalatnya selalu berjama'ah. Fatih yakin, ia adalah seorang laki-laki yang sholih, bisa menjadi ayah untuk anak-anak Fatih nanti. Tapi umi..." Hiks hiks. Tubuhku tergoncang hebat.
"Tapi kenapa Fatih?"
"Apakah Fatih pantas mendapatkannya umi? Umi selalu mengatakan, lelaki baik untuk wanita baik. Lelaki sholih untuk wanita shalihah."
Umi tersenyum mendengarnya, "Anak umi baik dan shalihah. InsyaAllah."
Dari pagi aku mengurung diri dikamar. Bersembunyi dari kenyataan pahit yang harus aku telan, aku tak bisa menikah dengannya, tidak. Hiks.
***
"Sayang, keluar Nak!"
Aku masih memeluk lututku, memeluk diriku yang rapuh ini.
"Dari tadi pagi kamu belum makan." Entah sudah berapa kali umi mengetuk pintu kamarku.
"Iya umi!" Langkahku lemah menuju pintu. Tak dapat di bohongi bahwa perut ini terasa lapar. hehe
"Umi tidak akan menanyakan apapun. Supnya dimakan ya, keburu dingin nanti."
"Iya umi. Anakmu ini lapar dari tadi."
"Salah siapa di dalam terus!" Kata umi sambil bangkit berdiri.
"Umi mau kemana? Temani Fatih umi."
"Iya. Umi di suruh nonton Fatih makan?" Segera aku menyuapisup ke mulut umi.
"Umi juga  lapar ya? Hihihi." Umi memukul perutku, aku pura-pura mengaduh.
Umi tak menjawab, mulutnya penuh oleh makanan yang aku suapin.
"Hihihi umi." Aku tertawa melihat umi yang pasang muka cemberut, seperti anak kecil yang ngambek tidak di belikan permen. "Umi. Fatih ingin bicara. Maafkan Fatih umi."
"Maaf untuk apa sayang?"
"Fatih membatalkan pernikahan ini, abi dan umi pasti kecewa. Maaf umi." Airmataku kembali mengalir."Tapi umi. Fatih punya alasan kenapa Fatih membatalkannya." Aku memberanikan diri untuk terbuka, aku merasa sudah saatnya umi harus tahu.
"Umi. Anakmu..anaknmu ini bukan lagi memiliki kehormatan yang utuh." Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan perlahan.
"Maksudnya?" Kening umi berkerut.
"Umi masih ingat ketika Fatihdemam selam 2 pekan,2 tahun yang lalu."
"Iya."
"Fatih. Fatih kotor umi.hiks." aku bersandar pada almari di samping kasurku.
"Innalillah. Fatih berzina?" Aku tak sanggup memandang mata umi, aku yakin airmata umi sedang berhamburan.
"Tidak umi. Wallahi! Fatih tak pernah berzina dengan siapapun! Umi tahuputra terkaya di kompleks ini?"
"Robert?" Suara umi bergetar
"Maaf umi. Fatih tak mampu menjaga diri dari dia. Hiks. Maaf umi, maaf."Aku menangis pilu, memori menyakitkan itu mencabik-cabik hatiku. Umi beranjak pergi meninggalkan aku.
"Umi." Panggilku lirih, "maafkan anakmu umi." Umi hanya menoleh, lalu berlalu.
***
Malam itu begitu dingin. Hatiku pasrah, pangeran Surga itu ku tepis dari hati ini. Aku tak ingin mengecewakan lelaki sesholih dia.
"Apa yang membuat kamu membatalkan pernikahan ini?"
Aku hanya diam. Aku memandang umi, umi mengangguk.
"Jangan membuat saya bingung, dik Fatih." Ia mendesaknya.
"Bismillah. Maafkan saya mas Rahman." Aku menggenggam tangan umi, tangan umi menggenggamku dengan erat, memberiku kekuatan.
"Apakah ada yang tidak kamu sukai dari saya? Tolong jelaskan! Jangan kamu siksa bathin saya."
Umi menggenggam tanganku semakin erat. "Sebelumnya saya mohon maaf, kepada mas Rahman dan keluarga mas."cepat-cepat aku menghapus airmataku sebelum jatuh. "Mas Rahman adalah lelaki shalih yang saya temui. Jujur. Mas Rahman telah menarik hatiku." Aku menghela nafas, dadaku terasa semakin sesak.
"Lalu, kenapa mbak Fatih tega membatalkan untuk menikah dengan kakak saya?" Tanya Aisyah, adik perempuan mas Rahman.
"Sekali lagi saya mohon maaf mas. Saya menyesal."
"Baiklah. Saya akan terima jika kamu tak ingin menikah dengan saya. Tapi, tolong jelaskan alasan kamu membatalkan nya! Jujur. Saya kecewa, tapi saya tidak bisa memaksa."
"Maafkan saya." Aku menangis sesengukan dalam pelukan umi.
"Tolong. Biarkan Fatih tenang dulu."
"Maafkan saya. Saya merasa tak pantas bersanding dengan lelaki shalih seperti mas Rahman. Saya tidak lagi memiliki kehormatan yang utuh sebagai seorang perempuan." Ia memandangku tak percaya.
"Sebelumya, abi dan umi saya tidak mengetahui apa yang terjadi. Saya..saya adalah korban perkosaan." Tubuhku terguncang hebat. Tangan umi semakin erat memegang jemari tanganku, begitu juga tangannya semakin erat memegang bahuku.
"Innalillah."
"Saya..saya minta maaf. Saya sangat menyesal, saya akan menerima apapun keputusan mas." Aku tak ingin berharap lebih, tak ingin kecewa bila berharap pada makhluk-Nya. Aku terima keputusan Allah. Aku berharap, Allah memberi yang terbaik untukku, untuknya.
"Innalillah." Kemudian Iamenyeka airmatanya. "Sayaturut bersedih. Tapi, saya mohon maaf. Saya tidak akan membatalkan pernikahan ini."
"Mas?" Aku memanggilnya lirih.
"Sungguh. Dulu, saya berkecimbung dalam genangan dosa, setiap hari saya bermaksiat kepada Allah. Ya Allah ighfirli."Airmatanya masih mengalir deras. "Allah memberikan hidayah dalam hatiagar saya bertaubat. Saya menikahimu karena keshalihanmu dik Fatih. Fatih memiliki masalalu, saya juga. "
"Tapi.."
"Saya mencintai keshalihanmu saat ini dan nanti, dan saya menikahimu saat ini dan nanti. Semua memiliki masalalu dik Fatih."
"Terimakasih atas kebesaran hatimu mas. Saya terima keputusanmu, apapun itu." Aku pasrah kepada-Mu wahai pemilik nyawaku.
"Justru, sayalah yang meminta keputusanmu."

Aku tersenyum. Diakah pangeran Surgaku? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar